Tantangan yang Dihadapi Investigasi Kejahatan Finansial Lintas Negara
Sistem Administrator
2 menit 50 detik membaca
9x dibaca
31 Mei 2025 23.24 WIB
MENGUSUT kasus kejahatan finansial seperti korupsi dan pencucian uang sering kali melintasi batas negara. Aparat penegak hukum dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama terkait dengan yurisdiksi asing dan keterbatasan akses terhadap bukti.
“Salah satu tantangan terbesar adalah berbagi informasi intelijen secara informal,” ujar Wai Hong Victor Lee, pakar antikorupsi dari Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong, dalam perbincangan dengan ACLC KPK di Jakarta, Kamis (27 Februari 2025).
Victor Lee hadir sebagai narasumber dalam pelatihan bertajuk Training on Interagency Cooperation and Coordination in Financial Investigation. Bersama Sungki Hong, jaksa penuntut umum dari Korea Selatan, ia mengisi sesi pelatihan dua hari yang diselenggarakan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) bekerja sama dengan ACLC KPK pada 25-27 Februari 2025.
Dalam investigasi lintas negara, aspek intelijen menjadi elemen krusial bagi penyidik dan jaksa guna merancang strategi yang efektif. “Data keuangan dari dalam maupun luar yurisdiksi sangat penting untuk membangun profil keuangan tersangka dan mendukung pemulihan aset,” jelas Lee mencontohkan.
Selain itu, kerja sama informal dapat mempercepat proses pelacakan pelaku kejahatan dan identifikasi aset yang bisa disita.
Peran Mutual Legal Assistance (MLA)
Jaksa Sungki Hong menambahkan, memperoleh bukti dari negara lain merupakan tantangan besar dalam penyidikan kasus korupsi lintas negara. Untuk itu, penyidik dapat memanfaatkan mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) guna mengakses bukti-bukti yang diperlukan.
Namun, Hong mengakui, proses MLA sering kali memakan waktu lama, bahkan terkendala oleh hambatan komunikasi. Di Korea Selatan, permintaan MLA dikelola oleh Kementerian Kehakiman dengan volume yang sangat tinggi dari berbagai negara. Oleh karena itu, Korea Selatan mengembangkan jaringan profesional di Asia sebagai jalur di luar MLA untuk mempercepat perolehan bukti. “Jaringan informal seperti ini sangat membantu,” katanya.
Selain mengisi diklat, Sungki dan Lee juga mengisi sesi berbagi terkait dengan penanganan perkara korupsi dengan kerugian aset besar di ACLC KPK pada Jumat (28 Februari). Acara yang diadakan hibrida ini menyedot antusias peserta, tercatat sebanyak 554 yang mengikuti kegiatan.

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana (tengah) mendamping Sungki Hong dan Victor Lee saat sesi berbagi di Gedung ACLC KPK, Jumat (28 Februari 2025)

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana.

Sungki Hong, JPU Korsel.

Wai Hong Victor Lee, pakar antikorupsi dari ICAC Hong Kong.
Kesan Peserta Pelatihan
Pelatihan tiga hari tersebut diikuti oleh perwakilan dari berbagai instansi, termasuk KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Direktorat Jenderal Pajak, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto yang membuka giat tersebut menekankan proses penegakan hukum itu harus kolaboratif, bersinergi, dan adaptif dengan beragam modus korupsi. Ini lantaran, katanya, saat ini penanganan korupsi kian kompleks ketika harus berhubungan lintas negara.
Iqbal, penyidik dari Ditjen Bea dan Cukai, mengaku mendapatkan wawasan baru terkait kerja sama antar-agensi. “Materi yang disampaikan sangat bermanfaat, terutama dalam memperkuat koordinasi lintas institusi,” ujarnya.
Sementara itu, Rilisia Ardini dari Kementerian Kehutanan menyoroti pentingnya sinergi antarinstansi dalam menangani kejahatan finansial yang berkaitan dengan sektor kehutanan. “Kami baru beberapa tahun memiliki kewenangan menangani Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pelatihan ini membuka peluang kerja sama yang lebih erat,” ungkapnya.
Susilo Edy, penyidik KPK, menilai pelatihan ini sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum saat ini. “Permasalahan dalam pemberantasan korupsi ternyata dialami oleh banyak negara. Oleh karena itu, komunikasi dan koordinasi antar-stakeholder menjadi kunci,” katanya.
Menurut Edy, penguasaan teknologi informasi dan investigasi kejahatan finansial semakin penting dalam upaya pengembalian aset dan meminimalkan kerugian negara. []